Sabtu, 30 Oktober 2010

"Aku MElihat Mimpiku"

Jum'at, 30 Oktober 2010. Pagi yang tak begitu sempurna. Pagi yang tak menciptakan senyum cerah pada pada kebanyakan orang. Matahari begitu enggan berbagi hangatnya. Dingin. Hujan pun tak begitu gemuruh menebar rintiknya, hanya berupa tetesan tipis nan lembut yang membuat makhluk hidup di bumi begitu malas bergelut dengan riuhnya gerak tubuh. Pagi itu suasana begitu datar. Tawar.
Karena suatu tanggung jawab, kupaksakan diri memacu tubuh di atas kendaraanku, perlahan. Begitu sulit ikhlas itu menghampiri hatiku. Sampai pada episode perjalanan yang dipenuhi batu nisan pada sebagian kiri ruas jalan. Mataku terpaku lama pada satu titik. Tiba-tiba sejulur rasa hangat menjalar kilat memenuhi ruang hatiku. senyumku merekah di pagi tak bersahabat itu. Aku melihat satu dari jutan mimpiku disitu. Ah, Tuhan sedang bermain-main denganku......
Dipagi sedingin itu, dipagi sedatar itu, dan dipagi setawar itu, kulihat sepasang kekasih berjalan perlahan, beriringan, bergandengan tangan, ditemani guliran air hujan di kening dan dekapan tangan yang saling berkaitan itu. Mesra. Tercipta senyum yang begitu gurih dan renyah pada bibir kedua pecinta ulung itu. Kuhentikan sejenak kendaraanku agar bisa menyaksikan kisah cinta iu lebih lama.
Aku iri. Bukan. Bukan karena tangan yang saling berkaitan itu aku iri, juga bukan karena senyum gurih dan renyah itu, bukan pula karena kaki yang berjalan beririgan serentak.
Tapi pada cinta yang tercipta diantara rambut yang telah memutih tua, diantara kerut wajah yang mulai penuh bergelayut, diantara kulit yang telah mengendur dimakan usia, dan diantara langkah kaki yang tak kokoh lagi berjalan, melangkah perlahan, satu demi satu, bergandengan, saling menguatkan. Dan mata saling memandang saat berbicara sarat makna cinta. Malaikat hujan benar-benar menabur cinta diantara keduanya. Aku iri. Benar-benar iri.
Aku bertanya pada Tuhan. "Tuhan, kisah inikan mimpiku dan 'dia' yang ku tak tahu siapa suatu saat nanti? Kenapa hari ini harus kau tunjukan padaku?". Tuhan menjawab hanya dengan senyuman......
Yah...ditengah tetes lembut hujan hari itu, ditengah pagi yang begitu datar dan tawar itu.....Aku melihat satu dari jutan mimpiku. Seluruh tubuhku menghangat. (TembangJadulScout)^_^'

Kamis, 28 Oktober 2010

"Mereka"

Mereka....,,apa yang bisa ku ceritakan tentang mereka???entahlah....
Senyum cerah itu, melenyapkan berjuta rangkaian kata yang ku cipta hanya untuk mereka, menyisakan segudang rasa manis yang tersisa di setiap celah tawa dan do'a yang kuhaturkan yang juga hanya untuk mereka.....
Mereka....,,apa yang bisa ku beri untuk mereka???mungkin tak ada....
Malah tangan ini yang selalu menengadah memohon rasa bahagia yang selalu mereka hamparkan disetiap hela nafas menyejukan yang mereka hembuskan.
Ah.....apa yang bisa ku ceritakan tentang mereka?????Mereka,,,'anak-anak sanggar Pramuka STAIN Pontianak' (TembangJadulScout)

Selasa, 26 Oktober 2010

"Kisah Tentang Negeriku"

Kisah ini tentang negeriku…
Negeri antah berantah di pojok bumi..
Yang mudah terlupa karena ia biasa…
Yang berada di barisan terbelakang karena dianggap tak begitu guna….
Tapi sepertinya tak semua menganggapnya begitu..
Disudut sana,
Kulihat seorang bocah sedang membacakan puisi yang begitu puitis untuk negeriku ini…
Entah apa yang membuatnya begitu….
Sorot matanya…
Garis senyumnya…
Hentakan tangannya…
Kokoh tegak kakinya….
Rasa bangga itu memancar dari setiap organ tubuhnya…
Benar-benar banggakah Ia?
Atau….
Itu hanya sebuah sindiran????entahlah…..
"TembangJadulScout"

Minggu, 24 Oktober 2010

"Untuk Sahabatku"

Khawatirmu…
Cemasmu…
Air matamu…
Ceritamu…
Semuanya menandakan kau cinta dia sahabatku…
Senyum malu-malu bila menatapnya
Menjalin hubungan sebatas pesan singkat rahasia hanya dengannya
Pipi memerah bila mendengar cerita tentangnya
Melakukan apa yang dia inginkan, hingga rela menekan perasaan pribadi
Andai kau sadar…
Semuanya menandakan kau cinta dia sahabatku……(TembangJadulScout)

"Mencintaimu"

Mencintaimu…
Membuatku mampu berdiri tegak membusungkan dada
Mencintaimu…
Membuatku mampu meredam emosi yang terkadang bergelora
Mencintaimu…
Membuatku mampu berkata sanggup walaupun sebenarnya ku ragu
Mencintaimu…
Membuatku bisu tak mampu berucap walau padamu
Mencintaimu…
Seakan datang seribu genderang tabuh yang membuat riuh sebelah hatiku
Meski karena mencintaimu…
Aku jatuh menahan cemburu
Aku sakit bila tak melihatmu
Aku nelangsa merindukanmu
Meski karena mencintaimu, justru aku tak bisa berkata “Aku Cinta Padamu”…… (TembangJadulScout)

bingung_TembangJadulScout

Galau hati coba redam emosi
Namun tersendat hingga membuat sesak dan tersayat
Kini, Kemana lagi sakit ini dititipkan
Sedang dermaga Tlah berubah haluan
Diresapi aku tak berdiri
Diacuhkan, perih ini tak bisa dibohongi
Dua arah menuntutku liar
Tetap berdiri membusungkan jati diri meski tercabik
Atau, melangkah pergi menyisakan kehampaan yang tak ada arti….

“ISLAM DAN MENULIS” By. Lusi Fontiani (TembangJadulScout)

Menapak tilas dari sejarah turunnya ayat demi ayat dalam Al-Quran, kita dapat menemukan betapa pentingnya menulis dalam lingkup ajaran Islam, bahkan menjadi salah satu hal utama yang akan membawa Islam menjadi agama eksis, agama yang selalu hidup di setiap celah kehidupan di belahan dunia manapun. Umat Islam mana yang tidak tahu bahwa surah pertama yang diturunkan adalah mengenai perintah membaca (Al-Alaq)? Diyakini, setiap penganut Islam pasti mengetahuinya. Membaca memang sangat penting, hingga surah ini menjadi surah pertama yang diturunkan Tuhan untuk menjadi perhatian umatnya dan menjadi bahan pemikiran yang memberi banyak manfaat, tanpa membaca maka kehidupan tidak akan berkembang. Lalu mati.
Dan kemudian, tahukah anda? surah mengenai apalagi kah yang kemudian diturunkan Tuhan sebagai pesan sarat makna??? Yap! Selanjutnya surah kedua yang diturunkan adalah mengenai ‘pena’ (Al-Qalam). Surah ini mengisyaratkan agar bacaan yang telah merasuk disetiap sel darah kita, di curahkan menjadi sebuah tulisan melalui media pena. Dari surah ini, dapat kita ketahui, betapa seriusnya Islam memandang ‘pena’ atau tulisan sebagai salah satu cara kita mendekatkan diri pada sang pencipta yang Mahakarya. Tentunya bila apa yang kita tuliskan itu tidak membawa kemudharatan bagi yang khalayak pembaca.
Namun yang menyedihkan, bila ditilik ‘hari ini’, pesan Tuhan dalam surah kedua itu sepertinya tak begitu selaras dengan kenyataan, baik di Indonesia, maupun di negeri-negeri muslim dibelahan dunia sana. Dalam bukunya yang berjudul Keajaiban Belajar, Yunsirno, seorang penemu metode belajar Kampoeng Jenius, juga salah satu ‘Pemuda Emas’ Kalimantan barat ini menginformasikan bahwa dari total 260.000 artikel yang diterbitkan setiap tahun tentang riset sains, hanya sekitar 1% diterbitkan di Negara-negara muslim. Untuk penerbitan buku, di Inggris saja diterbitkan 2000 buku per 1 juta orang per tahun. Sedangkan di Mesir hanya 20 buku. Sementara itu sejak 1982, untuk setiap 1 juta penduduk per tahun dunia Arab menghasilkan 40 judul. Padahal jumlah buku rata-rata yang diterbitkan dunia adalah 162 judul. Setiap tahun dunia Arab menerjemahkan 330 buku. Jumlah itu hanya 1/5 dari jumlah yang diterjemahkan oleh negara kecil Eropa, Yunani saja. Sedangkan Spanyol menterjemah sekitar 100.000 buku pertahunnya. Nah, miris bukan???
Begitu terbelakangnya Islam dalam dunia kepenulisan, padahal pesan itu sudah jauh bercokol di dalam kitab suci kita, Al-Qur’an. Namun untuk terus meratapinya juga adalah hal yang sangat bodoh. Sekarang. Yah, mulailah dari sekarang. Kita masih bisa memperbaikinya, mengejar ketertinggalan kita. “Jangan berharap kita dapat menulis dalam semalam dan menghasilkan karya yang bisa diterima secara instan oleh banyak orang” itu kata seseorang yang menjadi inspirator penulis. Bukankah untuk mencapai 100 km kita harus mencapai 10 km dulu?
Menulislah itu memang tidak gampang, maka mulailah belajar menulis dari hal yang paling kau anggap mudah untuk dijadikan sebuah tulisan. Tulislah apa yang ingin kau tulis! Jangan menulis saat hatimu sedang menolak untuk menulis. Karena menulis itu pekerjaan hati, yang dikirim ke otak, dan di curahkan melalui tangan yang ikhlas sedikit menegangkan syaraf-syarafnya. Tulisan itu, bukan hanya ratusan rangkaian kata yang menjelma menjadi puluhan halaman kertas, satu kalimat dari beberapa rangkaian kata pun, itu disebut…tulisan! Tulisan itu, tidak hanya berupa, puisi, cerpen, artikel, apalagi novel! Curahan hati yang kau goreskan di buku diarimu juga merupakan awal sebuah…Tulisan!
Bagaimana? Siap untuk menulis bukan? SEMANGAT!!!^_^’

“TRIMAKASIH HADIAHNYA YA…!” By. Lusi Fontiani (TembangJadul Scout)

“Ya Tuhan, Dia datang lagi! tak ada hal lain, pasti dia akan mengawiniku lagi. Nggak! Ini nggak boleh terjadi, habis aku!”. Aku mengkerut. Merinding.
Mata nyalang penuh ancaman itu menatap tajam kearahku, liukan tubuhnya saat berjalan seakan juga siap menerjang tubuh lemahku ini. Aku semakin mengkerut, aku panik. Pucat. Otakku berputar kencang. Mataku melirik kekiri, melirik kekanan, mencari celah kalau-kalau aku bisa menyelinapkan diri tanpa dia bisa menggapaiku. Ada! Itu disebelah kananku, aku yakin aku bisa melewatinya, sedang dia tidak. Tubuh tambun itu akan menghalangi gerak tubuhnya. Dan kemudian, dengan gerakan kalap, secepat kilat ku mulai pelarian ini, sedikit kulirik kebelakang, dia juga mulai kalap melihatku mencoba melarikan diri. Aku panik lagi, lebar langkah kakinya dua kali lipat dibandingkan aku, aku tertangkap, tidak! Kupejamkan mata, “Tuhan, tolong bantu aku”, rintih hatiku kecut, Dan 1…2…3…Hup!. Yakh! Lolos. Yes! Hari ini aku selamat lagi. Kulirik lagi kebelakang, kali ini dengan tolehan penuh. Hahay! Lihat kawan, benar dugaanku bukan? Tubuh tak proposional itu tak mampu melewati jebakan dadakanku. Tubuhnya terhimpit. Kutinggalkan dia dengan senyum kemenangan, sedang dia menatapku lebih nyalang, lebih ganas dari sebelumnya, tak urung aku bergidik juga dibuatnya.
Terengah nafasku ketika sampai di halaman rumah, letih berlari dari kejaran si bajingan tengik itu, situkang kawin tak tahu malu!. Mendidih hatiku mengingat kejadian yang barusan ku alami. Ribut, bising, dan hiruk pikuk keadaan didalam rumahku, ternyata ada yang sedang berkumpul. Tidak aneh! Rumahku itu memang selalu berisik setiap hari, kalau sepi, itu baru aneh! Tanpa basa-basi aku langsung masuk kedalam. Istirahat, hanya itu yang kuinginkan saat ini.
“Haaa…..datang gak akhirnya die ni, kite cari be dari tadi. Kemana jak kau ni, kalo dicari susah benar gak nemukannye”. Bimbang sumringah. Terlihat dari binar bahagia matanya saat melihatku. Aku hanya melirik malas kearahnya, sedikitpun tak berminat dengan ‘sesuatu’ yang sepertinya akan dia beritahukan padaku, aku capek.
“Tu lah kak bim, payah gak sekarang die ni, dikejar-kejar terus untuk diajak kawin, mana gak die hirau dengan kite ni, somboooong dah kawan”. Sendhel menimpali dengan ditambah senyumannya yang membuatku muak. Ugh! Apa-apaan sih mereka? Nggak tahu apa aku lagi tak ingin diganggu. Aku masih terdiam, tak berniat menjawab olok-olokan mereka. Menghabiskan waktu istirahatku saja. Aku langsung ngeloyor pergi, mencari tempat aman untuk beristirahat, aku tak mau istirahatku terganggu dengan hal apapun, apalagi celoteh kelompok penggosip itu. Hah!
“E…eh…nak kemanae? Bentar lah lok, kite bah belom selesai ngomong ni, tak sopan sekali kau ni dengan orang yang lebih tue!”
Tuh kan! Arrrgghhhh! Ada apa lagi sih sibimbang ni? Apa perlu ku hancurkan seluruh isi rumah biar dia tahu aku lagi tak ingin diganggu?!. Lagi-lagi tak kuhiraukan, kulanjutkan perjalananku yang tertunda dengan langkah yang semakin gontai, lelahku telah mencapai puncak.
“Astagfirullahaladziiiiiimm…..” Bimbang beristigfar menahan kesal, sementara aku semakin tidak peduli. Bimbang berdiri, aku melirik. Bimbang mulai melangkah kearahku, aku benci. Bimbang mendekat, mataku mulai berkunang-kunang. Bimbang menyeringai, tulang-tulangku serasa runtuh. Bimbang semakin mendekat. “berhenti!” perintahku tak terucap, hanya mampu didalam hati. “Ya Tuhan, apa lagi ini?seandainya kau izinkan, aku pengen pingsan ya Tuhan, aku….” Belum selesai doaku terucap, kurasakan tulangku benar-benar runtuh, terlepas satu persatu dari daging yang membalutnya, aku pingsan. Tuhan mendengar doaku. Sayup-sayup masih kudengar kericuhan para penggosip itu. Apa mereka mengkhawatirkan aku?. Ah, aku sepertinya terlelap.
“Hah? Ngapa die tu kak bim? Pingsan kah?”. Nada khawatir itu sepertinya suara Tungau. Dia memang selalu baik padaku. Tapi kenapa aku masih bisa mendengar dengan jelas percakapan mereka?aku kan sedang pingsan, tadi Tuhan mendengar do’aku kok. Atau, jangan-jangan aku tidak pingsan tapi lumpuh! Oh, Tidak! Kenapa bisa begini? Barusan kan aku sehat-sehat saja. Nggak mungkin! Ini pasti ada yang salah. Ku gerakan kaki, tidak terasa apa-apa. Kucoba buka mata, hanya gelap yang ada. Ah, tidak!
“Hah! Ndak mungkinlah pingsan, jawak jak be die tu, minta puji, paling gak kelaparan”. Suara sinis itu kembali datang dari Bimbang. Ya ampun, segitu bencinya kah dia padaku?. Lalu Terdengar suara berisik disebelah telingaku, piring beradu dengan kompor, sendok bertabrakan dengan panci, gelas-gelas berkelontangan menggelinding dilantai papan kotor itu. Benar-benar mereka tak pernah berhenti membuat keributan!.
“Nih, makan lok! Biar tadak lemas macam tu, macam tak pernah diperhatikan orang lain jak die ni”. Bimbang si sinis itu menyodorkan sepiring nasi! Yang benar saja? Semenit yang lalu dia kan benci padaku. Rasanya aku tak percaya, atau jangan-jangan nasi itu diberinya racun?!
“Makanlah, untung-untung orang masih perhatiaan nyiapkan barang tu, cerewet benar gak die ni dengan makanan, sikit-sikit tak mau, sikit-sikit tak mau! Dah lemah gitu baru rasa!”. Phenank angkat bicara, akhirnya dia pun mengomentariku juga. Dia kan orang yang paling tak suka padaku.
Sementara aku semakin letih mendengar komentar-komentar mereka yang tak menentu ditelinga, Bimbang mulai membuka mulutku mencoba menyuapkan sedikit nasi masuk kedalam kerongkonganku dengan perlahan dan lembut. Si sinis itu tak menyakitiku. Perlahan namun pasti, segumpal nasi itu melewati kerongkongan, terus masuk kedalam kantong bagian tempat penyimpanan makanan dalam perutku. Satu suap, dua suap, tiga suap. Tulangku kembali ketempatnya semula. Empat suap, dagingku terasa mulai membungkus lagi. Lima suap, kakiku sedikit bergerak. Enam suap, mataku mulai melihat setitik cahaya. Kesadaranku mulai pulih. Tapi kesadaran itu muncul seiring kantuk yang menyerang, lebih baik aku tidur. Terasa nikmat memulai mimpi dengan tenaga penuh.
“Dasar pemalas! Udah kenyang jak, lalu lah die….”. samar suara komentar kali ini, aku tak peduli siapa yang berkomentar, tak selesai aku mendengarnya. Kantukku lebih mendominasi. Selesai sudah kebisingan itu ditelingaku.
***
“Woiii…bangunlah! Dah berapa jam dah kau tidok ni, tak dibangunkan, lalu tak sadarkan diri lah die ni”. Suara itu dekat ditelinga. Kutebak suara Bimbang. Selalu. Aku menggeliat, segar. Kuseringaikan sedikit bibirku, bermaksud memberikan senyuman manis pada sisinis itu, yah, anggap saja sedikit balas budi karena menolongku mengembalikan tenaga yang hilang tadi. Setidaknya aku jadi tahu kalau aku tidak lumpuh, hanya kelaparan, kehabisan tenaga. Tapi yang aneh, si sinis itu, walaupun sering mengeluarkan nada suara yang tak enak ditelingaku, namun dia juga yang selalu menolongku disaat aku susah. Pernah ku berpikir, mungkinkah dia menyayangiku?.
Kubuka mataku penuh. Wajah Bimbang terpampang jelas. Sepertinya dia sedang membawa sesuatu ditangannya. Mata itu berbinar melihatku terbangun dari tidur. Ada apa lagi? Firasatku tak enak. Selalu saja aku berprasangka buruk pada mereka. Entah mengapa. Wajah-wajah itu selalu menampakan kejahilan yang tak ada habisnya dimataku. Senyumku berubah seringai wapada.
“Nih!,coba kau pakai”. Bimbang menyodorkan sesuatu ketanganku, yang lain hanya menatapku dengan senyum-senyum misterius. Sesuatu itu sepasang kain, coklat tua, coklat muda. Warna ini kan yang biasa mereka gunakan? Kenapa aku juga harus memilikinya?.
“Cepatlah kau coba, kalo ndak pas kan nti bisa dirombak lagi. Itu hadiah dari kame semua, kau kan hari ni ulang tahun, jadi kame buatkan baju tu. Jadi nanti kalo ada acara kau pun bise gak makai baju yang sama dengan kame-kame ni”. Bimbang kembali menjelaskan panjang lebar. Aku tercengang. Tak percaya. Aku ulang tahun? Kupandangi satu-persatu mata-mata yang dalam pandanganku sedang menatapku dengan hangat. Mata-mata pemilik komentar-komentar pedas tadi. Aku terharu, rasanya ingin kupeluk mereka bergantian, aku tak menyangka. Mereka ingat ulang tahunku. Sekali lagi aku tak percaya, pemilik komentar-komentar pedas itu menatapku dengan hangat.
“Eh…kelamaan benar gak die ni, kita be mau liat die pake baju tu”. Tak sabar encrut merampas baju itu dari tanganku. Aku mendelik tak senang. Cepat-cepat dia menggapai tubuhku. Slep! Melekat sudah coklat muda itu dibadanku. Aku senang tapi sedikit terasa tak nyaman dibadan. Kemudian Encrut mengambil yang coklat tua, sepertinya itu akan melekat dibagian bawah tubuhku. Namun….yang kali ini tak berjalan mulus seperti yang pertama, Sret! Ugh..sedikit tersangkut dilutut. Aku meringis. Sret! Encrut memaksa, sekarang coklat tua itu ada dipahaku. Aku mengerang. Sret! Sret! Sret! Tak berhasil. Aku meradang. Aku coba melepaskan diri dari pelukan erat encrut. Encrut melawan, aku lebih melawan.
“Ih, dah lah, serah kau lah!”. Akhirnya setelah melalui pergumulan yang panjang, Encrut mengalah. Yang lain? Mereka tertawa terbahak-bahak sampai memegangi perutnya. Aku mendengus kesal. Keharuan ku tadi hanya sesaat. Sambil masih memegangi perutnya, Bimbang memungut coklat tua yang terlempar didekat kakinya.
“Jangan marahlah, kalo tak nyaman dipakai, nanti dibetulkan agik”.
“Aok ai…gitu pun marah die ni”. Dukungan Kibau untuk pernyataan Bimbang.
Aku masih menatap pedas kearah mereka, ingin marah tak bisa, karena sebenarnya aku tahu, mereka bermaksud baik padaku. Kulihat Bimbang membongkar coklat tua itu, dengan teliti dia membentuknya kembali menjadi sehelai celana dengan ukuran yang berbeda, dan mulai manjahit dengan tangannya sendiri. Haru itu kembali menghampiriku. Biarpun kejahilan mereka tak ada hentinya, tapi ternyata hari ini mereka berkumpul untukku, membuatkan baju untukku. Ah, bila diingat-ingat, sebenarnya mereka tak pernah benar-benar menyakitiku, hanya terkadang kejahilan mereka melebihi batas, hingga selalu menimbulkan prasangka burukku untuk mereka. Pernah suatu ketika phenank mengalungi leherku dengan kunci motor temannya. Kunci itu terasa berat untuk ukuran leherku yang kecil, dan pernah juga leherku itu dikalungi tali yang hampir mencekik leher, aku hampir tidak dapat bernapas dibuatnya, itu ulah kibau. Dan masih banyak lagi kejahilan-kejahilan yang mereka lakukan padaku yang membuat dengusan napasku memburu karena kesal.
Tapi diluar itu, mereka tak pernah berbuat kasar, bahkan terkadang terkesan lembut. Kibau, Bimbang, Multi, Tungau, N’ceb, Sendhel, Babhol, lepuk,, Kuncung, dan Belacan, kurasa mereka yang sering bersikap ramah padaku. Lain dengan Korek, Phenank, Gembol, Rewel, Gaplek, Sengut dan yang lain-lain, bukannya mereka tidak suka padaku, tapi sikap mereka terkadang menjengkelkan. Hanya kudekati saja, mereka mulai menjauh, sepertinya mereka kira aku ini virus. Kalau aku ingin tidur didekat mereka, pasti langsung mendorong tubuhku dengan sedikit kasar, padahalkan aku hanya ingin berbagi kehangatan saja. Huh! Terkadang memang menyebalkan.
Mereka tak tahu, kalau aku sebenarnya merasa kesepian hidup sendiri. Lain dengan mereka yang selalu penuh keramaian. Susah mencari kawan di dunia perkucinganku ini. Oh iya! Kau belum keberitahu kalau aku adalah seekor kucing kan? Yap teman! Aku adalah seekor kucing. Kucing yang tersesat diantara orang-orang yang terkadang membuatku marah dengan kejahilannya, tapi sering membuatku terharu dengan perhatiannya, dan terkadang membuatku iri dengan segala kericuhan, keributan yang mereka lakukan diantara mereka dengan kegaduhan yang tak ada bandingannya, mata mereka begitu hidup bila saling bertemu, Bahagia. Mengingatkanku betapa sunyinya hidupku ini, sendiri, tak berteman.
Tapi kini aku sadar, kesendirianku itu tak terlalu berarti. Setidaknya kini aku memiliki mereka dalam hidupku. Aku yakin suatu saat kejahilan mereka akan sangat kurindukan, dan perhatian mereka akan membuatku tersedu terharu. Aku pernah mengalaminya, ketika itu rumahku ini begitu sepi, yang kutahu para penggosip itu pulang kekampung halamannya masing-masing. Liburan, begitu yang kudengar saat mereka sedang saling berpamitan.
Aku jadi teringat kejadian pagi ini, saat aku akan dikawini lagi oleh si bajingan tengik itu. Bukan sekali dia berbuat begitu padaku, hingga aku hamil dan melahirkan anak yang begitu banyak, aku selalu menyembunyikan semua itu dari mereka, aku takut sekaligus malu. Karena yang ku tahu, mereka tidak menyukai hal itu.
“Beraknya tu bah kak bim suka sembarangan kucing kecil tu, bau a…”. Itu alasan Phenank membenci kehamilan dan anak-anakku. Begitu juga alasan yang lain. Dan ternyata, tanpa sadar sepertinya aku telah berjanji pada diriku sendiri, tak akan kubiarkan diriku dijadikan mangsa napsu dari sibajingan tengik itu lagi. Dan kini aku tahu alasan apa yang sebenarnya membuatku begitu tak ingin dikawini lagi, aku takut bila harus dibenci oleh manusia yang kini telah kuanggap sebagai saudara itu. Tapi entah anggapan mereka terhadapku, aku tak peduli.
“Nah! Jadi dah ni bajunya, kali ni dijamin lah tak bakal sempit agik”. Bimbang menatap lega kearah kain coklat tua yang kini telah menjelma menjadi celana itu. Kemudian Bimbang meraih tubuhku perlahan, dan dengan sangat hati-hati dia memasang celana itu di tubuhku, aku tak melawan. Dan Slep! Kini Coklat tua dan coklat muda itu sudah menyelimuti tubuhku lengkap, kini aku memakai seragam yang biasa mereka gunakan juga. Oh, Aku terharu! Ku tatap satu-persatu wajah-wajah yang menatapku dengan kagum dan bangga itu. Tak bisa kutebak apa isi kepala mereka. Yang jelas sepertinya mereka tak menyangka aku bisa begitu gagah menggunakan seragam itu. Kegagahanku tak kalah dengan mereka. Ah, betapa kini aku merasa sangat menyayangi mereka, lebih banyak dari pada dulu. Tak kusangka mereka begitu peduli padaku. Aku berjalan dengan gagah mengelilingi mereka, kuusapkan kepalaku disetiap kaki-kaki yang sedikit berbau tak sedap, menunjukan betapa berterimakasihnya aku pada orang-orang itu. Mereka tertawa, geli karena tersentuh bulu lembutku. Yah, kini aku benar-benar telah menjadi saudara mereka. Bahagia rasanya.
“Kalo udah gagah macam gini ni, nama dia harus dirubah jadi Gondes ni, biar agak garang siket”. Encrut nyeletuk. Aku tak peduli.
“Ndak lah, keren Fernando lah, kayak nama telenovela-telenovela tu”. Gaplek membantah tak mau kalah. Aku belum peduli.
“Eh kita’ ni, sendhelawati lah lebih mantap, die kan perempuan”. Multi juga tak mau kalah mengeluarkan ide. Aku mulai terusik.
“Ihay! Jangan lah…dari awal bah nama dia tu sepat, kenang-kenangan dari kak multi tu, dah keren dah nama dia, dah terkenal kemana-mana”. Kibau ikut bersuara.
“Ndak, pokonya…”
“Ndak, bagusan….”
“Kok gitu? Janganlah….”
Suara-suara ribut yang sudah tak kupedulikan lagi, aku sudah terbiasa mendengar keributan seperti itu. Paling juga sebentar lagi mereka keletihan sendiri. Biarlah mereka berdebat, lebih baik aku pergi, akan kupamerkan baju baruku ini pada semua orang, juga termasuk si bajingan tengik yang selalu ingin mengawiniku itu. Dia tak boleh lagi seenaknya padaku, kini aku telah menjadi anggota perkumpulan super heboh itu. Kini mereka akan membelaku, sebagaimana mereka membela antar mereka. Langkahku kini semakin gagah dan mantap. Inilah aku teman, seeokor kucing yang tersesat diantara orang-orang gila namun mambuatku bangga bisa ada diantara mereka.
“Wooiii…Gondes, sepat, sendhelawati, Fernando…sini lah lok!”.
Entah siapa yang memanggil, aku tak ingin menoleh. Dikepalaku kini hanya ada rasa bangga dan bahagia. Tunggu para penggosip gila, sebentar lagi aku akan pulang, setelah seluruh penghuni dunia tahu, bahwa aku kini telah menjadi salah satu anggota perkumpulan kalian yang entah apa namanya itu. Trimakasih untuk seluruh rasa yang kalian beri. Rasa bangga, rasa haru, rasa bahagia, dan tak ketinggalan pula rasa marah yang terkadang kalian jejali didadaku. Ku tahu semua ini tak kan pernah terlupakan, sampai bumi tak lagi berbentuk bulat, sampai langit tak lagi untuk ditengadah, dan sampai waktu tak kan pernah lagi mempertemukan kita dalam satu cinta. _THE AND_

Karya ini dipersembahkan untuk mereka yang ku cinta….,,’anak-anak sanggar PRAMUKA STAIN Pontianak’ SEMANGAT!!!

SALAM PERSAHABATAN

SEPOK! itu bahasa Sintang. artinya orang yang berperilaku aneh ketika melihat, mendengar, merasa, sesuatu yang tidak biasa.
saya juga begitu dalam hal bloger ini,,,
jadi mohon bantuannya bagi yang udah 'pacak'....sip???!!!